Jadi Tadi Itu …

Katanya perjalanan paling berat itu adalah ke masjid. Saya, di pagi subuh itu, beruntung sekali bisa menempuhnya. Tumben-tumbenan.

Jarak kosan ke masjid terbilang hanya sak plintengan, 400 meter saja (hasil dari google maps). Saya hanya jalan kaki karena tak punya motor di perantauan ini. Melewati beberapa blok rumah, dari yang mewah hingga yang kosong.

Masjid tinggal 50 meter lagi. Saya jalan terus, hingga ada sesuatu yang mengusik pandangan saya.

Ada sesosok wanita berbaju putih, bukan jubah tapi seperti piyama. Dia berdiri di teras sebuah rumah sebelah kiri jalan. Tangannya bergerak-gerak seperti sedang pemanasan sebelum senam. Karena kaget, saya tak sempat memastikan kakinya ngambah lemah atau tidak.

Buru-buru saya palingkan muka ke depan. Mau lari tapi saya malu sama Gusti. Karena kalaupun itu hantu, masa takut sih. Kan sama-sama ciptaan-Nya. Seperti kita sama kucing.

Welok. Standing party, eh, standing applause!

Tapi pada detik itu, 80% pikiran saya masih belum yakin kalau itu lelembut. “Mungkin si penghuni memang lagi mau olahraga pagi”, batin saya. Memang di komplek perumahan itu kadang sudah ada yang jogging meskipun masih pagi buta.

Fast forward, sholat subuh sudah selesai. Saya pulang ke kosan lewat jalur yang sama. Penasaran dan ingin memastikan, saya lihat lagi rumah yang tadi. Ternyata si wanita sudah tidak ada. Anehnya lagi, ternyata rumah tersebut sudah dipasangi banner bertuliskan DIJUAL dengan ukuran agak besar. Dan lagi, banner itu dipasang hampir mepet dengan pintu depan rumah. Yang artinya, tidak mungkin rumah itu dihuni. Mau lewat mana penghuninya kalau pintu depan saja ketutup banner.

“Ooo, jadi tadi itu beneran hantu.”

 

3 thoughts on “Jadi Tadi Itu …

Leave a comment